Energi

Rugi Besar Semester I/2020, Pertamina Beri Penjelasan

×

Rugi Besar Semester I/2020, Pertamina Beri Penjelasan

Sebarkan artikel ini
Foto: Internet

Mengalami kerugian besar Rp 11 Triliun pada semester I/2020, manajemen PT Pertamina (Persero) mengungkapkan jika kinerja perusahaan migas milik pemerintah ini tengah menunjukkan kinerja positifnya.

Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman mengatakan jika salah satu goncangan bisnis dari pandemi covid-19 pada perseroan adalah penurunan pada permintaan bahan bakar minyak (BBM).

“Namun seiring pemberlakuan adaptasi kebiasaan baru dan pergerakan perekonomian nasional, tren penjualan Pertamina pun mulai merangkak naik. Kinerja kumulatif Juli juga sudah mengalami kemajuan dan lebih baik dari kinerja kumulatif bulan sebelumnya,” ujarnya lewat keterangan tertulis, Sabtu (29/8/2020).

Periode Februari hingga Mei 2020 merupakan masa-masa terberat Pertamina dengan volume demand yang terus mengalami penurunan tajam akibat pandemi Covid-19. Menurut Fajriyah, Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) memberikan dampak penurunan demand di kota-kota besar mencapai 50 persen.

Selain itu, ada juga tekanan tambahan berupa penurunan pendapatan di sektor hulu, total pendapatan Pertamina, yang tercantum dalam Laporan Keuangan unaudited Juni 2020, turun hingga 20 persen.

Fajriyah juga menyampaikan dengan penurunan pendapatan yang signifikan, maka laba juga turut tertekan. Pada pada Januari 2020, Pertamina masih membukukan laba bersih positif US$87 juta. Namun memasuki 3 bulan selanjutnya, mulai mengalami kerugian bersih rata-rata US$500 juta per bulan.

Fajriyah juga menambahkan, untuk mengatasi kondisi ini Pertamina telah berhasil menjalankan strategi dari aspek operasional maupun finansial. Alhasil, laba bersih pun beranjak naik sejak Mei sampai Juli 2020 dengan rata-rata sebesar US$350 juta setiap bulannya. Menurutnya, capaian positif ini akan membantu mengurangi kerugian yang telah tercatat sebelumnya.

“Mulai Mei berlanjut Juli, dan ke depannya, kinerja makin membaik. Dengan laba bersih (unaudited) di Juli sebesar US$408 juta, maka kerugian dapat ditekan dan berkurang menjadi US$360 juta atau setara Rp5,3 triliun. Dengan memperhatikan tren yang ada, kami optimistis kinerja akan terus membaik sampai akhir tahun 2020,” katanya.

Fajriyah mengatakan lebih lanjut, kinerja laba operasi dan EBITDA juga tetap positif, sehingga secara kumulatif dari Januari sampai dengan Juli 2020 mencapai US$1,26 miliar dan EBITDA sebesar US$3,48 miliar.

Lebih lanjut ia juga menambahkan, jika secara operasional Pertamina tetap berjalan dengan baik. Termasuk komitmen Pertamina untuk menjalankan penugasan dalam distribusi BBM dan LPG ke seluruh pelosok negeri serta menuntaskan proyek strategis nasional seperti pembangunan kilang.

“Tentu saja, perbaikan kinerja tidak semudah membalikkan tangan, perlu proses dan perlu waktu. Sekarang ini, sudah terlihat dengan kerja keras seluruh manajemen dan karyawan, kinerja Pertamina mulai pulih kembali,” katanya.

Baca Sumbar Bisnis lebih update via Google News, Klik Disini.

kembali-hadir-di-iims-2025,-pln-dorong-green-future-kendaraan-listrik-di-indonesia
Energi

PLN berpartisipasi dalam IIMS 2025 untuk mendukung pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Partisipasi ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mendorong industri otomotif dan transisi hijau.

Energi

Stok dan distribusi LPG 3 kilogram di Sumatera Barat dipastikan aman dan kondusif. Pertamina Patra Niaga Sumbar menjamin ketersediaan stok hingga 1500 MT dengan kapal pasokan datang setiap 2 kali seminggu.

Energi

Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut menjamin pangkalan resmi LPG 3 Kg dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, dengan harga sesuai HET dan kualitas terjamin. Konsumen dapat mendaftar sebagai pengguna LPG 3 Kg di pangkalan dan melaporkan kecurangan melalui 135.

Beban Membengkak, Pertamina Hadapi Dominasi BBM Bersubsidi
Energi

Dominasi BBM bersubsidi di Indonesia, terutama Pertalite dan Bio Solar, menjadi beban bagi Pertamina dan pemerintah. Disparitas harga dengan BBM non-subsidi menyebabkan migrasi konsumen, sementara penyaluran BBM bersubsidi masih kurang tepat sasaran.